Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

RENUNGAN DI AKHIR RAMADHAN

 RENUNGAN DI AKHIR RAMADHAN

(Oleh: Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.)

Sungguh tidak terasa, saat ini kita sudah mendekati momen kesedihan karena kita akan berpisah dengan bulan Ramadhan Sang Tamu Agung. Seakan baru kemarin kita begitu dekat dengannya, bersukacita saat menyambut kehadirannya, dan kini kita merasakan kesedihan yang mendalam karena akan ditinggalkannya.

Masih terasa momentum Ramadhan sebagai bulan penuh baroqah, bulan yang agung, dibukakan padanya pintu-pintu Surga, ditutup pintu-pintu Neraka, dan dibelenggunya setan-setan. Pada momentum Ramadhan,  di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa yang berpuasa bulan ini karena iman dan mengharap pahala akan diampunkan dosa-dosanya yang telah lalu. Momentum Ramadhan, dilipatgandakannya pahala kebaikan-kebaikan, dan dihapuskannya kejelekan/ keburukan, dan diampuninya dosa-dosa. Nuansa Ramadhan diwarnai dengan menegakkan shalat malam, memberi makan bagi orang yang membutuhkan, membaca Al Qur'an, dan berlomba-lomba dalam kebaikan.

Sungguh, jika bulan yang mulia ini berlalu hari-harinya dengan cepat, maka patutlah kiranya kita sadari bahwa hal ini merupakan Sunatullah pada setiap ciptaan-Nya. Bahwa sesunguhnya masa-masa yang kita lalui itu akan cepat berakhir, dan setiap episode kehidupan yang telah kita lalui, meskipun berdurasi panjang, maka sungguh itu bagaikan mimpi yang terjadi dalam semalam.

Oleh karena itu, janganlah kita  tertipu oleh gemerlap kehidupan dunia ini dengan segala perhiasan dan keindahannya, karena itu hanyalah kehidupan yang fana yang pada akhirnya kita akan menuju ke negeri abadi dan kita akan kekal di dalamnya.

Marilah kita renungkan bersama bahwa sesungguhnya hari-hari yang tersisa dari bulan Ramadhan meskipun sejenak/ sebentar, tetaplah itu besar nilainya (pahalanya).  Marilah kita bertaubat dengan “Taubatannasuha”  secara murni dan totalitas, bersegeralah  memohon ampunan dari Allah SWT dan marilah kita senantiasa berdzikir serta bermunajat/ berdo'a dengan merendahkan diri kita di hadapan  Allah SWT. Hal lain yang patut kita lakukan di penghujung Ramadhan adalah sebagai berikut:

Pertama: Mengevaluasi Ibadah Kita 

Selain ibadah puasa Ramadhan, kita pun telah memperbanyak amal-amal sunnah seperti tadarus Al-Qur’an, shalat tarawih, dan menghidupkan malam-malam dengan serangkaian ibadah lainnya. Sebagai manusia biasa, kita tidak bisa menjamin apakah semua ibadah yang sudah kita lakukan itu akan diterima oleh Allah swt. Oleh karena itulah, sekalipun kita sudah beribadah maksimal selama Ramadhan, kita tidak boleh terlalu percaya diri bahwa Allah pasti menerima semua ibadah yang telah kita lakukan. Hal tersebut akan membuat diri kita tidak akan larut dalam kepuasan spiritual atau bahkan merasa diri sudah paling saleh dibandingkan dengan orang lain. Namun demikian, di sisi lain kita juga harus merasa optimis bahwa Allah menerima ibadah yang sudah kita perbuat agar tidak muncul sikap pesimistis di dalam diri. Sesungguhnya, Allah sesuai perasangka hamba-Nya.    Terkait hal ini, Imam Al-Ghazali bahkan menyampaikan bahwa sikap ini seharusnya kita tanamkan setiap selesai berbuka puasa, bukan hanya ketika di penghujung atau selesai ibadah Ramadhan. Beliau menuangkannya dalam kitab karya Beliau yaitu Ihya ‘Ulumiddin. Berikut ini pernyataannya :

 أَنْ يَكُوْنَ قَلْبُهُ بَعْدَ الإِفْطَارِ مُعَلَّقاً مُضْطَرِبًا بَيْنَ الْخَوْفِ وَالرَّجَاءِ إِذْ لَيْسَ يَدْرِي أَيُقْبَلُ صَوْمُهُ فَهُوَ مِن الْمُقَرَّبِينَ أَوْ يُرَدُّ عَلَيْهِ فَهُوَ مِنَ الْمَمْقُوتِينَ وَلْيَكُنْ كَذَلِكَ فِي آخِرِ كُلِّ عِبَادَةٍ يَفْرَغُ   

Artinya, “Setiap selesai berbuka puasa, seyogyanya kita merasa khawatir sekaligus menaruh harap kepada Allah. Khawatir jangan-jangan ibadah kita tidak diterima, juga berharap bahwa Allah menerimanya. Sebab, kita tidak tahu apakah puasa kita diterima sehingga termasuk hamba yang dekat di sisi Allah, atau sebaliknya ditolak sehingga kita termasuk hamba yang mendapat murka-Nya. Sikap seperti ini harus diterapkan setiap selesai melakukan ibadah apapun

Mari sejenak kita renungkan, seorang hamba yang sudah beribadah maksimal saja tidak boleh berbangga diri dan terlalu percaya diri dengan amal ibadahnya, apalagi bagi diri kita yang kualitas dan kuantitas amal ibadah kita biasa-biasa saja.   

Kedua: Penuh Syukur 

Sungguh jika kita dapat bertemu atau berjumpa kembali dengan bulan suci Ramadhan merupakan anugerah teragung dari Allah swt. Dalam sejumlah riwayat disebutkan bahwa para ulama akan mempersiapkan diri jauh-jauh hari bahkan berbulan-bulan sebelum kedatangan Ramadhan. Syekh Mu’alla bin Fahdl atau dikenal dengan Abu Hasan al-Bashri bahkan dikatakan selalu memohon kepada Allah agar dipertemukan Ramadhan setiap jarak enam bulan sebelum kedatangannya. Umat Muslim pun dianjurkan untuk memanjatkan doa agar bisa berjumpa Ramadhan begitu masuk bulan Rajab atau dua bulan sebelum Ramadhan. Motivasi kuat untuk berjumpa bulan mulia ini karena Ramadhan memiliki sejuta keutamaan yang tidak ada dalam bulan-bulan lainnya. Rasulullah saw selalu menyampaikan kepada sahabat ketika bulan penuh ampunan ini sudah tiba,

 أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ، شَهْرٌ مُباَرَكٌ، شَهْرٌ فِـيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ جَعَلَ اللهُ صِياَمَهُ فَرِيْضَةً وَ قِياَمَ لَيْلِهِ تَطَـوُّعاً مَنْ تَقَرَّبَ فِـيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ اْلخَيْرِ كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِـيْماَ سِوَاهُ وَمَنْ أَدَّى فِـيْهِ فَرِيْضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِـيْمَا سِواَهُ   

Artinya, "Wahai manusia, telah tiba bulan yang agung lagi mulia. Bulan yang di dalamnya terdapat malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Allah telah menjadikan puasanya wajib dan shalat malamnya sebagai amal sunnah. Barangsiapa melakukan satu ibadah sunnah pada bulan ini, maka pahalanya seperti menunaikan satu kewajiban di bulan lainnya. Dan barangsiapa menunaikan satu ibadah wajib pada bulan ini, maka pahalanya seperti menunaikan tujuh puluh kewajiban di bulan lainnya.” (HR Ibnu Khuzaimah).   

Sebab itu, kita patut bersyukur bisa memperoleh nikmat agung ini. Dengan mensyukurinya, insya Allah kita akan diberi tambahan nikmat dengan dipertemukan kembali pada Ramadhan berikutnya. Allah swt berfirman,   

 وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ   

Artinya, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS Ibrahim [14]: 7)   

Ketiga : Maksimalkan pada Hari-Hari Terakhir Ramadhan

10 hari terakhir adalah fase puncak bulan suci Ramadhan, sebab pada momen inilah malam Lailatul Qadar diprediksi kehadirannya, malam yang sangat dinantikan semua umat Muslim, demikian juga yang dilakukan oleh Rasulullah. Oleh sebab itu, pada momen ini kita didorong untuk memperbanyak amal ibadah. Dalam hadits riwayat Sayyidah ‘Aisyah disebutkan,   

كَانَ رَسُوْلُ اللهً ﷺ يَجْتَهِدُ فِيْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ

فِيْ غَيْرِهِ

Artinya, “Pada malam sepuluh terakhir, Rasulullah saw (lebih) bersungguh-sungguh (untuk beribadah), melebihi kesungguhan pada malam yang lain.” (HR Muslim)   

Andaikan pada hari-hari Ramadhan yang telah kita lewati belum digunakan untuk beribadah dengan maksimal, maka masih ada beberapa hari terakhir yang merupakan momen pamungkas bulan suci ini. Kita bisa lebih bersungguh-sungguh beribadah, terutama menghidupkan malam-malam dengan amalan sunnah agar bisa meraih Lailatul Qadar. Kita pun tentunya tidak tahu apakah ini Ramadhan terakhir bagi diri kita ataukah diri kita masih berkesempatan bertemu kembali dengan Ramadhan di tahun depan ?. Barangkali bukan kepergian Ramadhan yang patut kita khawatirkan, tapi ketika Ramadhan tahun depan kembali datang, yang patut dikhawatirkan bahwa kita sudah tiada, karena telah dipanggil menghadap Allah SWT. 

Posting Komentar untuk " RENUNGAN DI AKHIR RAMADHAN"