“Buah Merenungi Al-Qur'an” Dalam Pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah Bagian Kedua
“Buah
Merenungi Al-Qur'an”
Dalam
Pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
Bagian Kedua
( Oleh:
DR.H.Sukarmawan,M.Pd.)
Pada artikel bagian kedua terkait “Buah Merenungi Al-Qur'an” Dalam Pandangan
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah akan Penulis awali dengan firman Allah dalam QS. Abasa:
17-20:
قُتِلَ الْإِنْسَانُ
مَا أَكْفَرَهُ
مِنْ أَيِّ
شَيْءٍ خَلَقَهُ
مِنْ نُطْفَةٍ
خَلَقَهُ فَقَدَّرَهُ
ثُمَّ السَّبِيلَ
يَسَّرَهُ
"Binasalah
manusia; alangkah amat sangat kekafirannya. Dari apakah Allah menciptakannya?
Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya. Kemudian Dia
memudahkan jalannya. Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam
kubur. Kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali." (Abasa: 17-20)
Sesungguhnya Allah SWT ketika menyebutkan hal
ini berulang kali di telinga kita bukan hanya agar kita mendengar kata nuthfah, 'alaqah, mudhghah, turab,
atau agar kita membicarakannya saja, atau sekedar ingin memberitahukan kepada
kita. Akan tetapi, maksud dan tujuan Allah swt adalah untuk sesuatu hal yang
berada di balik itu semua. Dengan alasan
inilah, Allah swt membicarakan hal tersebut.
Mari kita coba perhatikan tentang nuthfah
dengan seksama. la hanyalah setetes air
yang hina dan lemah serta terkesan menjijikkan. Jika berselang sesaat saja, makai
a akan rusak dan busuk. Bagaimana Allah swt Zat Yang Maha Tahu dan Maha Kuasa
mengeluarkannya dari antara shulb (tulang sulbi lelaki) dan taraa'ib
(tulang dada perempuan). Bagaimana pula nutfah itu bisa tunduk kepada kekuasaan
dan kehendak-Nya meski jalan yang dilalui sempit dan bercabang-cabang, sampai
Dia menggiringnya ke tempat kediaman dan tempat berkumpulnya.? Renungkanlah bagaimana
pula Allah SWT mengumpulkan lelaki dan wanita dan menumbuhkan rasa cinta dan kasih
sayang di antara keduanya? Bagaimana pula Dia menggiring keduanya dengan dorongan
syahwat dan cinta untuk berkumpul yang akhirnya menjadi sebab terciptanya anak?
Dan, bagaimana pula Dia menetapkan bertemunya dua air itu padahal letak kedua
air itu sebelumnya berjauhan?
Bagaimana Allah menggiringnya dari dasar
urat-urat dan organ yang dalam dan mengumpulkan keduanya di satu tempat yang
dijadikan sebagai tempat kediamannya yang kokoh, tidak tersentuh udara sehingga
rusak, atau dingin sehingga membeku, dan tidak terjangkau oleh penyakit?
Kemudian Dia mengubah nuthfah yang amat putih itu menjadi 'alaqah
yang merah kehitaman. Setelah itu, dijadikan-Nya mudhghah (segumpal
daging) yang berbeda dengan 'alaqah dalam warna, hakikat, dan bentuknya. Selanjutnya,
Allah swt menjadikannya tulang belulang tanpa. pembungkus yang berbeda dengan
mudhghah dalam bentuknya, keadaannya, ukurannya, dan warnanya. Sekarang lihatlah
bagaimana Allah swt membagi bagian-bagian yang mirip dan sama itu menjadi
organ-organ, tulang-tulang, urat-urat, dan otot-otot; ada yang keras, lunak,
dan sedang. Renungkan pula bagaimana Allah swt mengikat antara bagian-bagiannya
dengan ikatan tali paling kuat yang paling sulit terurai. Bagaimana juga proses
membungkusnya dengan daging yang dijadikan-Nya sebagai wadah, penutup, dan
pelindungnya; dan menjadikan tulang itu sebagai sarana yang membawa daging
tersebut dan yang menjadikannya berdiri tegak.
Jika kita amati proses tersebut, tampak daging
berdiri dengan bantuan tulang, dan tulang berlindung dengan daging. Sekarang coba
kita renungkan kembali, bagaimana Allah SWT membentuknya dengan bentuk yang
indah; membuat lubang telinga, mata, mulut, hidung, dan luang-lubang yang lain;
memanjangkan tangan dan kaki, dan membagi ujung-ujungnya menjadi jari-jemari,
lalu membagi jari-jari menjadi ruas-ruas lagi. Allah swt kemudian memasang
organ-organ dalam; seperti jantung, usus, hati, paru-paru, ginjal, rahim,
kandung kencing yang masing-masing punya ukuran khusus dan manfaat yang khas.
Perhatikanlah hikmah-Nya yang luar biasa
dengan menjadikan tulang sebagai penegak dan tiang penopang badan. Bagaimana Allah
swt menakarnya dengan ukuran-ukuran dan bentuk-bentuk yang berbeda-beda. Ada
yang besar, kecil, panjang, pendek, melengkung, lurus, tipis, dan tebal.
Bagaimana pula Dia memasang satu sama lain. Bagaimana bentuk-bentuknya berbeda
sesuai dengan perbedaan manfaat masing-masing. Sebagai contoh, Gigi geraham
yang fungsinya adalah mengunyah, bentuknya dibuat lebar. Sedang gigi yang lain,
yang fungsinya memotong dijadikan bentuknya tipis dan tajam.
Mengingat manusia butuh bergerak dengan keseluruhan
badannya dan dengan sebagian organ tubuhnya untuk melaksanakan hajatnya, Allah
swt tidak menjadikan tulang sebagai satu kesatuan, melainkan tulang-tulang yang
banyak, dan dia menjadikan antara tulang-tulang itu persendian agar
memungkinkan bergerak. Tiap persendian itu ukuran dan bentuknya pas dengan
gerak yang dibutuhkannya. Sungguh menakjubkan, Allah SWT pun mengikat kuat
persendian dan organ itu dengan tali-tali yang ditumbuhkan-Nya dari salah satu
ujung tulang dan dilekatkan-Nya ujung yang lain pada ujung tulang satunya sebagai
pengikat. Kemudian, di salah satu ujung tulang Allah swt juga membuat tonjolan-tonjolan keluar, dan
pada ujung yang lain ada lubang-lubang yang pas benar dengan bentuk tonjolan
itu sehingga dapat dimasukinya. Sehingga, bila manusia ingin menggerakkan salah
satu bagian badannya, hal itu menjadi mungkin dan tidak menimbulkan persoalan. Coba
bayangkan jika tidak ada persendian, tentu hal itu tidak bisa dilakukan.
Sekarang coba perhatikan bentuk kepala dan
jumlah tulangnya yang begitu banyak, sampai ada yang mengatakan bahwa jumlahnya
ada lima puluh lima buah yang bentuk, ukuran, dan manfaatnya berbeda-beda. Subhanallah,
bagaimana Allah SWT memasangnya di atas badan, dan menjadikan tempatnya tinggi
seperti posisi orang yang menunggang kendaraannya. Karena posisinya terletak di
atas badan, Allah swt pun meletakkan kelima indera di sana, yaitu indera pendengaran,
penglihatan, penciuman, pengecap, dan perasa. menjadikan indera penglihatan di
depan agar berfungsi sebagai penjelajah dan penjaga bagi badan.
Allah swt menyusun setiap mata terdiri dari tujuh
lapisan. Pada setiap lapisannya memiliki sifat, ukuran, dan manfaat yang khas. Jika
satu saja di antara ketujuh lapisan itu hilang atau bergeser dari posisinya
tentu mata tidak dapat melihat. Kemudian Allah SWT menciptakan di bagian tengah
di dalam lapisan-lapisan itu satu makhluk yang ajaib, yaitu 'manusia mata' sebesar biji adas yang dengannya
manusia dapat melihat benda-benda dari ujung barat ke timur, antara langit dan
bumi. Allah swt menjadikannya seperti kedudukan hati terhadap organ tubuh yang
lain. Manusia Mata itu adalah rajanya. Lapisan-lapisan, pelupuk, dan bulu-bulu
mata adalah sebagai pembantu, penjaga, dan pelindungnya. Sungguh Maha Agung
Allah swt dan Sebaik-baik Pencipta.
Berikutnya, mari kita coba perhatikan
bagaimana Allah swt membuat indah bentuk kedua mata itu, posisinya, dan
ukurannya. Kemudian Allah swt memperbagus dengan pelupuk mata sebagai penutup,
pelindung, dan hiasannya. Pelupuk mata itu mencegah masuknya kotoran dan debu
ke mata, melindungi mata dari dingin dan panas yang berbahaya. Kemudian Allah
swt menanamkan bulu-bulu di tepi pelupuk sebagai hiasan dan keindahan serta
untuk manfaat lainnya. Kemudian memberinya cahaya dan sinar mata yang menembus
angkasa antara langit dan bumi, lalu menembus langit untuk melihat
bintang-gemintang di atasnya. Allah SWT memberikan rahasia yang mengagumkan ini
pada satu makhluk kecil tersebut. Sehingga, gambar langit yang sedemikian
luasnya dapat terlukis di sana.
Selanjutnya, patut kita renungkan juga bahwa Allah swt telah menciptakan telinga
dalam bentuk yang paling indah dan paling sesuai dengan fungsinya. Allah swt
menjadikan bentuk daun telinga itu seperti sendok agar dapat mengumpulkan suara
lalu mengirimkannya ke lubang telinga.sehingga merasakan hewan serangga yang
merayap di sana sehingga cepat-cepat dikeluarkannya. Allah swt pun telah menciptakan
lipatan, rongga, dan lengkungan-lengkungan yang dapat menahan dan mengontrol
udara dan suara yang masuk, mengurangi pedasnya, kemudian baru mengirimkannya
ke lubang telinga.
Subhanallah, walhamdulillah, Allahuakbar,
ternyata di antara hikmah itu semua, agar jalannya menjadi panjang bagi hewan
sehingga ia tidak dapat sampai ke lubang telinga sebelum manusia terbangun atau
sadar untuk mencegahnya. Selain itu masih ada hikmah yang lain. Sesuai dengan
hikmah-Nya, Allah swt menjadikan air telinga amat pahit sehingga hewan tidak
dapat melewatinya menuju ke dalam telinga. Bahkan, kalaupun hewan dapat sampai
ke dalam, ia masih dapat mengusahakan mengusir hewan itu. Allah swt juga telah
menjadikan air mata rasanya asin untuk menjaga mata itu; karena mata adalah
lemak yang mudah rusak. Jadi, asinnya rasa air mata adalah untuk menjaganya. Allah
swt menjadikan air mulut (ludah) tawar manis untuk digunakan mencicipi rasa
benda-benda sesuai dengan rasanya yang sebenarnya. Jika rasanya tidak tawar,
tentu akan menjadikannya seperti rasa air ludah itu; seperti orang yang pahit
mulutnya, dia akan merasakan benda-benda yang sebenarnya tidak pahit menjadi
terasa pahit sebagaimana dikatakan, "Siapa
sakit dan pahit mulutnya Air tawar pun akan pahit rasanya."
Allah SWT pun telah memasang hidung di wajah,
dengan bentuk dan posisi yang indah. Allah swt membuat dua lubang hidung dan
memisahkan keduanya dengan penghalang; memberikan indera penciuman kepadanya untuk
merasakan berbagai bau-bauan baik yang harum maupun yang busuk, yang bermanfaat
ataupun yang berbahaya; menghirup udara untuk ditransfer ke jantung sehingga
menjadi dingin dan segar. Allah swt tidak menciptakan bengkokan atau kerutan di
dalamnya seperti di telinga agar tidak menahan bau sehingga menjadikannya lemah
dan menghentikan alirannya. Allah menjadikan hidung sebagai tempat tumpahnya
sisa-sisa otak. Sisa-sisa otak itu terkumpul di sana lalu keluar. Sesuai dengan
hikmah-Nya, Allah swt menjadikan bagian atas hidung lebih kecil dari bagian
bawahnya. Mengapa demikian ? Karena bila yang bawah lebar, maka sisa-sisa otak
terkumpul di sana lalu keluar dengan mudah. Juga karena dia menghirup udara
sepenuh-penuhnya, lalu naik sedikit demi sedikit dan masuk ke jantung sehingga
dengan cara seperti itu tidak mengagetkan dan membahayakannya.
Kemudian perhatikan juga bagaimana Allah swt
memisahkan kedua lubang hidung itu dengan dinding pemisah. Tentu saja ini
mengandung hikmah dan rahmat. Karena hidung merupakan sebuah batang saluran
turunnya sisa-sisa otak dan sekaligus sebagai saluran naiknya pernafasan, maka
perlu diletakkan pemisah agar tidak rusak karena mengalirnya sisa itu sehingga
hidung tidak dapat menghirup udara. Bahkan, terkadang sisa-sisa itu mengalir
turun dari salah satu lubang sehingga yang satunya terbuka untuk bernafas. Atau
mungkin juga sisa itu mengalir terbagi kepada dua lubang itu sehingga hidung
tidak tersumbat keseluruhan, tetapi tetap ada sisa ruang untuk menarik nafas.
Di samping itu, hidung adalah satu organ dan satu indera. Tidak dua organ dan
dua indera seperti telinga dan mata yang hikmah menuntutnya untuk menjadi dua
organ.
Bisa jadi, salah satu hikmah dijadikannya telinga dan
mata menjadi dua adalah supaya seandainya ada salah satu mata atau telinga yang
tidak normal atau menderita cacat sehingga mengurangi kesempurnaannya, maka
masih ada yang satunya, yang utuh dan sehat. Sehingga apabila hal itu terjadi,
fungsi indera ini tidak rusak secara total. Coba bayangkan andaikan ada dua
hidung di wajah kita, akan seperti apa wajah kita ? Maka dipasanglah satu
hidung saja, tapi lubangnya dibuat dua yang dipisahkan dengan sebuah penghalang
yang fungsinya seperti dua telinga dan dua mata meski ia cuma satu.
Sungguh, Maha Mulia Allah SWT, Tuhan
Sebaik-Baik Pencipta Alam semesta dan semua mahluk-Nya…
Posting Komentar untuk "“Buah Merenungi Al-Qur'an” Dalam Pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah Bagian Kedua"