KECERDASAN DAN KEBODOHAN DALAM PERSPEKTIF RASULULLAH SAW
KECERDASAN
DAN KEBODOHAN
DALAM
PERSPEKTIF RASULULLAH SAW
(Oleh :
Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.)
Jika kita mendengar kata Cerdas atau
Kecerdasan dalam diri sesorang, biasanya akan langsung muncul persepsi kita
bahwa kriteria sesorang yang Cerdas adalah sesorang yang menguasai salah satu
dispilin ilmu pengetahuan atau bahkan memiliki kemampuan pada beberapa displin
keilmuan. Kita akan mengatakan seorang ahli di bidang ilmu kedokteran itu
adalah sosok orang yang cerdas. Begitu juga orang yang menguasai ilmu teknologi
Komputer, Fisika, Kimia, Biologi, dan disiplin keilmuan lainnya, akan kita
anggap orang tersebut merupakan sosok manusia yang cerdas atau memiliki
kecerdasan di atas rata-rata manusia lainnya. Sebaliknya, Kita akan menilai
sesorang itu memiliki kriteria orang yang bodoh jika orang itu lemah dalam
penguasaan disiplin keilmuan, dan nilai akademik atau prestasi akademiknya jauh
berada di bawah nilai rata-rata orang lain. Sementara itu, Rasulullah SAW mempunyai
persepsi yang berbeda terkait kriteria manusia Cerdas dan kriteria manusia yang
bodoh.
Terkait dengan pandangan Rasulullah SAW
tentang Kecerdasan dan Kebodohan, mari kita simak salah satu Hadis Nabi SAW
yang diriwayatkan oleh Imam At-Tarmidzi dari Syaddad bin Aus, Nabi SAW
bersabda: “Alkayysu
mandaana nafsahu wa’amila lima ba’dal maut, wal ‘adziju Man atba’a nafsahu
hawaaha watamanna ‘alallah”
Artinya :
“Orang yang Cerdas adalah orang yang menyiapkan dirinya dan beramal untuk hari
setelah kematian. Sedangkan orang yang bodoh adalah orang jiwanya selalu
mengikuti hawa nafsunya dan hanya berangan-angan kepada Allah” (HR.
At-Tarmidzi)
Berdasarkan redaksi Hadis Nabi SAW di atas,
jelaslah bahwa indikasi adanya Kecerdasan dalam diri seseorang menurut
pandangan Rasulullah SAW yaitu orang yang senantiasa menyibukkan dirinya untuk
beramal ibadah guna menyiapkan bekal dalam menghadapi hari esok yaitu setelah
kematiannya atau hari di mana amal perbuatan selama di dunia “Dihisab oleh
Allah SWT (Yaumul Hisa)”. Sedangkan
orang yang bodoh, menurut Rasulullah SAW, yaitu orang yang senantiasa
memperturutkan hawa nafsu duniawi dan Panjang angan-angannya (Tuulul Amal).
Terkait dengan pentingnya setiap diri kita
untuk menghadapi kehidupan di hari esok, maka Allah SWT telah mengingatkan kita
semua melalui firman-Nya dalam QS.Al-Hasyr:18
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا
اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.
Menyimak redaksi Hadis Nabi dan Firman Allah
SWT tersebut di atas maka tampak dengan jelas bahwa kriteria orang yang cerdas
akan memiliki kualitas iman dan taqwa yang tinggi dan senantiasa berupaya
mempersiapkan dirinya guna menghadapi satu momen di mana Allah akan menghisab
semua amal perbuatannya dan saat itu sudah tidak ada lagi kesempatan untuk melakukan
amal ibadah atau amal kebajikan. Oleh karena itu, sesorang yang cerdas akan memaksimalkan
amal ibdahnya ketika masih diberi kesempatan hidup di dunia, ia pun akan
senantiasa mengendalikan dorongan hawa nafu duniawinya karena ia berkeyakinan
Allah SWT akan melihat dan mencatat semua amal perbuatannya di dunia.
Boleh jadi, ada di antara kita yang bertanya
dalam benak hati dan pikirannya, “apakah makna yang terkandung di dalam Hadis
Nabi SAW dan Firman Allah SWT tersebut di atas bahwa kita hidup di dunia ini
hanya fokus untuk menjalankan ibadah untuk kepentingan akhirat sehingga harus
mengabaikan kepentingan kita terhadap dunia ?”
Jawaban atas pertanyaan tersebut tampaknya telah
tertuang di dalam QS.Al-Qasas:77, Allah
SWT berfirman:
وَابْتَغِ
فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ
ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Berdasarkan redaksi ayat tersebut di atas
maka jelaslah bahwa Allah SWT telah mempersilakan kepada setiap hamba-Nya untuk
berupaya menyiapkan bekal guna menghadapi dan menikmati kehidupan di akhirat
nanti tanpa mengabaikan kebutuhan hamba-Nya akan kenikmatan atau kebahagiaan
selama berada di dunia ini. Semoga saja setiap diri kita tergolong kepada orang
yang cerdas , yaitu senantiasa disibukkan keseharian kita untuk menyiapkan
bekal dalam menghadapi hari setelah kematian kiat (Hari Akhirat) dengan tetap
memperhatikan kebutuhan kita selama masih hidup di dunia ini. Hanya saja jangan
sampai kita tergolong orang yang bodoh, yaitu orang yang hanya memperturutkan
hawa nafsu duniawinya tanpa memikirkan bekal untuk kehidupan akhiratnya (Ukhrowi).
Wallahua’alam bisshowab…
Posting Komentar untuk " KECERDASAN DAN KEBODOHAN DALAM PERSPEKTIF RASULULLAH SAW"