PETIK FAEDAH PADA AYAT 5 DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-FATIHAH
PETIK FAEDAH PADA AYAT 5
DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-FATIHAH
(Oleh: Dr.H.Sukarmawan,M.Pd.)
Sesungguhnya
surat Al-Fatihah menjadi pembuka dalam Al-Qur’an. Tentu, ada tafsir Surat Al
Fatihah yang perlu dipahami umat Islam. Al
Fatihah merupakan surat paling agung dalam Al-Qur’an. Berdasarkan hadist
riwayat Bukhari, Rasulullah mengatakan bahwa surat yang paling agung dalam Al
Quran adalah Al-Fatihah. Terdapat Rahasia surat Al Fatihah sebagai bacaan
ruqyah. Maka dari itu, penting sekali mengetahui tafsir surat Al Fatihah. Dalam
hadist riwayat Bukhari dan Muslim seorang sahabat berkata pada Nabi Muhammad
SAW, "Wahai Rasulullah,
aku tidaklah meruqyah kecuali dengan membaca surat Al Fatihah." Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam lantas tersenyum dan berkata, "Bagaimana engkau
bisa tahu Al Fatihah adalah ruqyah (bisa digunakan untuk meruqyah)?"
Beliau pun bersabda "Ambil kambing tersebut dari mereka dan potongkan
untukku sebagiannya bersama kalian."
Para
Pembaca Blog gudanginspirasi.com yang setia. Di anatara 7 ayat dalam Surat
Alfatihah, marilah kita sempatkan sejenak perhatian/ konsentrasi dan waktu kita
untuk melakukan kajian atau telaah terkait pesan Allah SWT dalam ayat 5 pada
QS.Alfatihah. Allah SWT berfirman :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah,
dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.”
Terkait
dengan firman Allah dalam QS. Alfatihah ayat 5 tersebut, Jalaluddin Al-Mahalli
rahimahullah memberikan pandangannya:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ : أَيْ نَخُصُّكَ بِالعِبَادَةِ مِنْ تَوْحِيْدٍ وَغَيْرِهِوَنَطْلُبُ
المَعُوْنَةَ عَلَى العِبَادَةِ وَغَيْرِهَا
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan
hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” Maksudnya, kami hanya
mengkhususkan ibadah kepada Allah dengan bertauhid dan lainnya. Kami memohon
pertolongan hanya kepada Allah dalam beribadah dan untuk urusan lainnya.”
Berdasarkan
catatan yang tertuang dalam Kitab Tafsir Jalalain, akan kita temukan beberapa
hal penting:
Pertama: Ibadah
itu hanya untuk Allah semata.
Kedua: Bertauhid
(mengesakan Allah) itulah intisari dari “Iyyaka na’budu”, kepada-Mulah kami
beribadah.
Ketiga
:
Memohon pertolongan dari Allah SWT , itulah
maksud dari “Wa iyyaka nasta’iin.” Dan isti’anah
(memohon pertolongan) dalam hal ini hanya dimohonkan kepada Allah dalam hal
yang hanya bisa diselesaikan oleh Allah SWT Dzat Yang Maha Pemurah.
Keempat:
Manusia
tidak bisa lepas dari pertolongan Allah agar diberikan kemudahan dalam urusan
dan berbagai aktivitas ibadah.
Dalam
hal tela’ah atau kajian makna ayat “Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’iin” yang
terdapat dalam QS.Alfatihah ayat 5 ini, Syaikh As-Sa’di rahimahullah memberikan
pandangannya sebagaimana berikut ini:
“Ayat tersebut maksudnya “Hanya kepada-Mu
sajalah kami menyembah dan memohon pertolongan. Karena mendahulukan objek
(maf’ul) berfungsi untuk membatasi (hashr), yaitu menetapkan hukum yang telah
disebut dan meniadakan yang lainnya. Seola-olah kita mengucapkan: Kami (hanya)
beribadah kepada-Mu, bukan kepada selain-Mu. Kami (hanya) memohon pertolongan
kepada-Mu, bukan kepada selain-Mu.”
Mengedepankan
penyebutan ibadah sebelum isti’anah (meminta tolong) merupakan bentuk
penyebutan hal yang umum sebelum hal yang khusus (Pola Kalimat Umum-Khusus),
dan sebagai bentuk perhatian didahulukannya hak Allah atas hak hamba-Nya.
Makna
ibadah mencakup setiap perkara yang dicintai dan diridhoi oleh Allah, baik
perbuatan dan perkataan, baik yang lahir maupun yang bathin. Sedangkan
isti’anah adalah penyandaran diri kepada Allah untuk mendapatkan manfaat dan
menolak dari kemudhoratan, dengan didasari keyakinan kepada-Nya.
Aktivitas
beribadah dan memohon pertolongan kepada-Nya merupakan dua sarana untuk
menggapai kebahagiaan yang abadi dan keselamatan di dunia dan akhirat. Maka,
tidak ada jalan menuju keselamatan, kecuali dengan melaksanakan kedua hal tersebut
(beribadah dan meminta tolong kepada Allah). Ibadah disebut ibadah jika
pelaksanaannya sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW dan hanya mengharap perjumpaan
dengan Allah SWT semata. Dua hal ini (mengikuti tuntunan Nabi SAW dan keikhlasan
dalam beribadah) merupakan syarat diterimanya ibadah seorang hamba.
Penyebutan
isti’anah diakhirkan setelah penyebutan ibadah, padahal isti’anah merupakan
bagian dari ibadah, adalah untuk menunjukkan, bahwa seluruh ibadah itu
membutuhkan pertolongan Allah. Jika Allah tidak memberikan pertolongan dalam
ibadah, niscaya tidak akan mendapatkan apa yang diinginkan dalam melaksanakan
perintah-perintah-Nya atau menjauhi larangan-larangan-Nya.
Ayat 5
dalam QS. Alfatihah sesungguhnya telah mengajarkan kita agar berlepas diri dari
perbuatan Syirik dan tidak bergantung pada kekuatan selain Allah SWT. Sebagaimana
pernyataan Ibnu Katsir rahimahullah:
وقدم المفعول وهو إياك ، وكرر؛ للاهتمام والحصر، أي: لا نعبد إلا إياك،
ولا نتوكل إلا عليك، وهذا هو كمال الطاعة. والدين يرجع كله إلى هذين المعنيين
“Maf’ul (objek) yaitu “Iyyaka” didahulukan
penyebutannya dan berulang, untuk menunjukkan perhatian dan pembatasan.
Maksudnya adalah, tidaklah kami beribadah, kecuali kepada-Mu semata. Tidaklah
kami bertawakal, kecuali hanya kepada-Mu. Inilah kesempurnaan ketaatan. Agama
itu kembali ke kedua makna ini.
وهذا كما قال بعض السلف: الفَاتِحَةُ سِرُّ القُرْآنِ،
وَسِرُّهَا هَذِهِ الكَلِمَةُ: إِيَّاكَ نَعْبُدُ
وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ الفاتحة
Inilah
sebagaimana sebagian salaf mengatakan: “Surah Al-Fatihah itu inti Alquran. Inti
dari Surat Al-Fatihah adalah pada ayat “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin”.
فالأول تبرؤ من الشرك، والثاني تبرؤ من الحول
والقوة، والتفويض إلى الله عز وجل. وهذا المعنى في غير آية من القرآن
Kalimat
pertama “Hanya kepada-Mu-lah kami
beribadah” mengandung makna berlepas diri dari syirik. Kalimat kedua “Hanya kepada-Mu-lah kami memohon
pertolongan” mengandung makna berpelas diri dari usaha dan kekuatan sendiri,
lalu berserah diri kepada Allah.
وهذا المعنى في غير آية من القرآن، كما قال تعالى
Makna
seperti ini juga ditemukan dalam ayat lainnya seperti pada ayat 123 QS. Hud,
Allah SWT berfirman:
فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ ۚ وَمَا رَبُّكَ
بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“Maka sembahlah Allah, dan bertawakallah
kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” [QS.
Hud: 123]
Makna
senada , Allah SWT nyatakan pula dalam QS.Al-Mulk ayat 29 :
قُلْ هُوَ الرَّحْمَنُ آمَنَّا بِهِ وَعَلَيْهِ
تَوَكَّلْنَا
“Katakanlah: “Dialah Allah Yang Maha
Penyayang. Kami beriman kepada-Nya, dan kepada-Nya-lah kami bertawakal.” [QS.
Al-Mulk: 29]
Begitu
pula firman Allah SWT dalam QS.Al-Muzamil ayat 9:
رَبَّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لا إِلَهَ إِلا
هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلا
“(Dialah) Rabb Masyrik (yang di Timur) dan
Magrib (di Barat). Tiada Rabb (yang berhak disembah) melainkan Dia. Maka
ambillah Dia sebagai pelindung.” [QS. Al-Muzammil: 9]
وكذلك هذه الآية الكريمة: إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Demikian
pula ayat yang mulia ini “Iyyaka na’budu
wa iyyaka nasta’iin.” [Tafsir Alquran Al-‘Azhim, 1:206]
Ibnu
Katsir rahimahullah berkata:
وتحول الكلام من الغيبة إلى المواجهة بكاف الخطاب،
وهو مناسبة ، لأنه لما أثنى على الله فكأنه اقترب وحضر بين يدي الله تعالى؛ فلهذا قال:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Penyebutan kalimat dalam bentuk pujian
masih dalam bentuk gaib (membicarakan orang ketiga), kemudian beralih pada
bentuk orang kedua (di ayat “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin”), seakan-akan
yang membaca itu dekat dan hadir di hadapan Allah. Oleh karena itu, ayat
tersebut dibaca ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin’.”
Sesungguhnya
Ibadah itu merupakan tujuan (Maqshudah), dan meminta pertolongan (Isti’anah) itu
merupakan Wasilah. Sebagaimana pernyataan dari Imam Ibnu Katsir rahimahullah:
وإنما قدم: إياك نعبد } على { وإياك نستعين لأن العبادة له هي المقصودة، والاستعانة وسيلة إليها،
والاهتمام والحزم هو أن يقدم ما هو الأهم فالأهم، والله أعلم.
“Didahulukannya “Iyyaka na’budu” (Hanya
kepada-Mulah kami beribadah) dari “Wa iyyaka nasta’iin” (Hanya kepada-Mulah
kami meminta pertolongan), karena ibadah itu maqshudah (yang jadi tujuan).
Sedangkan isti’anah (meminta tolong) itu adalah wasilah pada tujuan tadi. Yang
jadi perhatian dan kemantapan adalah mendahulukan yang lebih penting dahulu
dari lainnya. Wallahu a’lam.
Kalimat “Iyyaka na’budu” (Hanya kepada-Mulah kami
beribadah) ini menolak riya’. Sedangkan kalimat “wa iyyaka nasta’iin” (Hanya
kepada-Mulah kami meminta pertolongan) ini menolak sifat sombong, karena kita
bisa melakukan ketaatan hanya dengan pertolongan dari Allah. Pernyataan seperti
ini disebutkan oleh Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim rahimahumallah. [Lihat
At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Tafsir Surah Al-Baqarah fii Sual wa Jawab, hlm.
51]
Faidah
atau manfaat yang dapat dipetik dari kandungan QS.Alfatihah ayat 5 adalah
sebagai berikut:
Pertama: Kita diperintahkan untuk
memurnikan ibadah hanya kepada Allah SWT.
Kedua: Kita diperintahkan untuk
meminta pertolongan hanya kepada Allah SWT semata
Posting Komentar untuk "PETIK FAEDAH PADA AYAT 5 DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-FATIHAH"